Entri yang Diunggulkan

Makalah jumlah uang beredar

Tugas            : Makalah Mata Kuliah : Ekonomi moneter I Jumlah uang beredar Oleh                                    ...

Senin, 11 November 2019


Pada awalnya, dimulai dari tajamnya tatapan. Dan itu, aku merasa.

Lalu, aku mendakat dengan langka tanpa ragu.

Dasusul dengan kalimat manis yang membuatmu risih dengan diriku. Karna itu, diriku

Terlintas pikiran hanya membuatmu kaget dan tersipuh. Karna saat itu, amarah dengan hubungan masih dengan diriku

Menghilang dalam waktu yang begitu singkat, memaksa jemari bercerita. Dan saat itu, kau bertanya.

Aku beritahu semua yang kurasa, tapi nampaknya, kau tak merasa. Dan saat itu, aku menjauh.

Temu membuat dirimu hadir kembali. Merasuki pikiranku, hingga menusuk kalbu yang teramat dalam. Di situ, ada dirimu.
Menanti hingga menembus tiga pergantian tahun. Di situ, kau memulai.

Berharap dengan mengabaikan sakit yang terasa, biarkan luka menguasai diri. Saat itu, aku terbiasa.

Kita memulai sebuah hubungan yang begitu tersimpan. Tak ada yang tau, meski kau dan aku saling mengetahui.

Banyak kenangan menjadi bukti. Namun keyakinan semakin menepih, membuat pertanyaan semakin menguasai hati.

Kala itu. Kau mulai meyakinkan. Hingga aku pertahankan,  kini semakin meyakini diri untuk tetap dalam cinta yang begitu dramatis.

Hingga saat2 merasuki pikiran, beri khayalan tentang perjalanan. Tiap langka selalu hadirkan kenangan, membuat hati tak tenang, saat harus mengenang tanpa ada pertemuan.

Harap dalam diri pun hadir hingga terjadi komitmen atara kita. Sebuah kesepakatan untuk tetap saling menatap menjadi jembatan untuk menuju tujuan. Doa dan saling mengingatkan menjadi penyemangat langka menuju tujuan.

Ingin ku usaikan semua hubungan ini dengan sebuah ucapan sakral yang menjawab tanya bapak penghulu.

Ingin ku sudahi semua ragumu, dengan meminta dirimu pada orang tuamu.
Ingin ku tetapkan dirimu menjadi temanku saat mengarungi malam untuk menjemput fajar.

Ingin ku jadikan kau makmum yang selalu setia menemaniku bercerita dengan sang pencipta.

Ingin ku buat kau menjadi guru pertama untuk anak2ku.

Ingin ku menjemput hari tua bersamamu, dengan kesederhanan yang menyimpan kebahagiaan.

Ingin ku kau sudahi semua yang telah berlalu dan memulai dengan diriku.

Aku tak bisa lebih dari mereka yang telah lalu tapi aku pastikan aku takkan berlalu.

Aku tak tau mengukir kisah abadi dalam hati tapi kujamin membekas dalam hati.

Aku tak tau mengukir  kisah cinta sejati tapi kau harus tau, itu pasti.

Aku tak bisa membawamu melintasi pulau2, dan menghabiskan waktu bersamamu, tapi aku bisa membawamu melintasi suara2 teriakan pengantin baru yang menandakan, aku akan tua bersamamu.

Sudahi lah rasa yang tak menentu, karna kau adalah penentu.

Sudahi lah cerita palsu, karna aku tak mau begitu.

Sudahi lah rasa takutku, buktikan kata2mu.
Jangan lagi biarkan aku terombang ambing dalam keraguan.

Jangan lagi biarkan aku berjalan tanpa kepastian.

Jangan lagi biarkan aku berkelana dengan kesedihan.

Jangan lagi menyiksa dirimu dengan cerita palsu.

Buang lah topeng yang selalu membuatmu angkuh dengan perasaan.

Jauhui panggung yang selalu menyakiti banyak orang.

Hilangkan lah kisah2 palsu yang hanya membawamu dalam jiwa yang senang dan bangga dengan pendustaan.

Hilangkan lah cerita2 palsu yang hanya membuatmu berlabu dalam lautan kebohongan.

Hilangkan lah kebohongan2 dan pendustaan2 yang hanya membuatmu terpuruk dengan dosa yang kau lakukan


Ayolah.....

Bebaskan dirimu dari kebodohan itu, karna itu hanya membuatmu kehilangan orang yang kau cinta.

Sudahi lah..........

Jangan lagi.....


Karna kini. Kita saling mencinta, saling menjaga, dan pernikahan pun adalah impian.

Maka, tataplah menjaga rasa ini seperti diriku yang begitu mencintaimu.

#Coretantintapulpenpink

Ternate, 1 November 2019


Furkan Sangaji









Tentangmu Sang Penunjuk Duniaku



Tak terasa. Kini, 44 hari telah di depan mata. Namun kebiasaan saat masih ada kamu masih saja aku lakukan. Contohnya pada pagi hari pasti saja ada pertanyaan yang sangat melekat padaku ketika aku duduk tepat di depanmu dengan secangkir kopi buatanmu dan pertanyaan itu seperti ini "Semalam kamu pulangnya jam berapa" . Itu yang sampai saat ini aku sering menunggu saat pagi hari. Haahaaa keliatannya aku terperangkap dalam mimpi yang tak kunjung usai. Mama sedang apa kamu saat ini? Aku rindu. Aku yakin pasti kamu sedang melihatku, dan itu pasti. Karna kemarin terlintas ada sebuah ungkapan dari orang yang begitu mencintaimu, seperti ini katanya "Koko kalo sholat bawa semua yah, mama masih ada hanya saja kita beda alam" . Seketika itu aku ingin menangin, namun diri ini tak mampu membuantmu tersiksa dengan ingatan tentangku. Mama aku yakin dan itu pasti kita akan bertemu, cepat atau lambat itu pasti karna itu adalah hukum alam. Sungguh, mama ketika kau pergi rumah yang dulu ramai sekarang, terasa begitu sepih. Kadangkala aku sering kaget di pagi hari saat mentari memanjakan mataku lalu dengan tergesah-gesah pergi di tempat yang selalu kau duduk saat pagi hari. Dan saat itu, aku hanya bisa tersenyum yang terbalut sedih ternyata aku terbangun karena terlintas suaramu mama. Sekarang rumah yang dulunya begitu ramai sekarang bagaikan rumah kosong tak berpenghuni. Aku sering berpikir kenapa, saat mama masih ada begitu banyak sanak saudara yang bergantian berdatangan tapi saat mama telah pergi mereka seakan lupa kalau dulu irumah ini adalah tempat mereka berbagi cerita. Apakah rumah ini sudah terasa asing! Ataukah aku yang sedang merasa terasingkan oleh keadaan?. Entah lah aku pun tak mengerti, mungkin ini sudah suratan takdir jika keluhan pun tak lagi berarti karna semua telah terjadi. Mama, sedih sebenarnya diriku ini kala harus tanpamu. Namun, ini adalah ceritamu yang telah di tulis oleh sang pencipta pasca kau buat perjanjian dengan sang pencipta. Aku pun sebaliknya mungkin saja esok aku menyusulmu. Mama, malamku kini tak seindah malam-malam saat kau masih ada. Sungguh, karna ketika masih ada kau pasti saja di ruangan tengah rumah ini pasti saja terpampang para biduan dangdut yang sedang bernyanyi di televisi dengan siaran yang sungguh kau sukai. Ummm, benarkan! Mama?. Aku masih ingat, tak mungkin kulupakan, kebiasaan yang begitu melekat dengan dirimu. Ada juga satu tempat yang kalo kata kak Mis itu "Kursi kebesaran" yang berada tepat di samping televisi yang selalu memanjakan matamu. Mama, kini aku tak lagi mendengar kata-kata dan kalimat dengan nada keras saat psgi hari. Karna, kebiasaan itu hanya ada padamu mama. Juga, sekarang tak lagi kudengar sindiranmu yang sering membuat cucumu tersipu malu, sindiran itu seperti ini "Cepat sana ganti baju jangan tunjukan bunga rosimu". Mama, apakah rumah ini akan ramai lagi! Ataukah, akan selamanya seperti ini meski aku tau kelak nanti ada seseorang yang akan datang dan bermukim disini bersama-sama denganku dan juga dengan orang yang begitu mencintaimu. Mama, sungguh aku rindu dan selamanya akan tetap merindu.      Mama, tak apalah yang terpenting kau tenang di alam sana dan aku tegar disini. Juga, aku kuat karena masih ada cintamu yang tak memudar serta masih ada tugasku yang kau tinggalkan yaitu menjaga pasanganmu dan wujudkan apa yang kau harapkan dariku.


#KataDemiKataYangTakPernaUsai


Furkan Sangaji